. Yulianti

Pages

Kamis, 20 Agustus 2015

Sejak Lulus SMA tak pernah terpikirkan untuk aku ikut - ikutan organisasi seperti ini.Yang aku bayangkan yaa belajar, belajar, dan belajar supaya bisa lulus cepat.  BUT dibangku kuliah inilah aku mengenal mereka dalam satu keluarga, berslayer Himdika yang berliskan warna orange yang memang merupakan ciri khas dari kampus aku ( FKIP Kampus Orange). ya enggak munafik sih, mungkin saat awal - awal ikut - ikut organisasi kaya gini awalnya terpaksa. pada tau kan yang namanya pengkaderan, ya sebelas duabelas same yang namanya O**** gtu lah tapi agak serem ya karena hanya melibatkan program studi sendiri. kebayangkan yang nama senior kalo uda marah gemana ahhahaha... kalo senior cowok marah sih aku masih bisa mesam mesem, nah kalo seniornya cewek itu looh berase pengen operasi telinga wkwkkwkwkk...
Tapi itu dulu, sekarang aku udah gak lagi aktif dalam organisasi. tau lah ya bawaan umur, dan bawaan semester tua juga jadi kudu insyaff.
Thanks Himdika, Thanks Pengurus Himdika BerCharisma 
»»  read more

Outline PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE - PROBLEAM POSSING MATERI TATA NAMA SENYAWA KIMIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 SINGKAWANG

Rencana ini outline yang bakal jadi calon mysweetSkripsi, tapi bagaimana nanti aja deh. fokus aja dulu dengan PPL disekolah
A.    JUDUL
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE - PROBLEAM POSSING MATERI TATA NAMA SENYAWA KIMIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 SINGKAWANG
B.     LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Masalah pendidikan menjadi perhatian serius bagi bangsa Indonesia mengingat pentingnya peranan pendidikan dalam kemajuan bangsa, oleh karena itu pemerintah berupaya melakukan perbaikan dan pembaharuan secara bertahap dan terus menerus untuk membentuk sistem pendidikan. Pendidikan merupakan masalah yang kompleks, sehingga dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan mencakup berbagai bidang di antaranya peningkatan sarana dan prasarana, perubahan kurikulum ,proses belajar mengajar, peningkatan kualitas guru, dan usaha-usaha lain yang tercakup dalam komponen pendidikan. Keberhasilan proses belajar mengajar merupakan hal utama yang diharapkan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Komponen utama dalam kegiatan belajar mengajar adalah siswa dan guru, dalam hal ini siswa yang menjadi subjek belajar, bukan menjadi objek belajar. Oleh karena itu, paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning) hendaknya diubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student centered learning.
Ilmu kimia merupakan salah satu pelajaran yang memerlukan keterampilan dalam memecahkan masalah yang berupa teori, konsep hukum, serta fakta yang berkaitan dengan kehidupan. Kimia merupakan pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Menurut Ashadi (2009), yang menjadi penyebab  kesulitan belajar kimia antara lain banyak konsep kimia yang bersifat abstrak, tidak semua siswa dapat berpikir dengan baik, serta kurangnya kompetensi guru dalam menggunakan media pembelajara dan teknologi yang tepat.
Mata pelajaran kimia di SMA bertujuan agar peserta didik memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari – hari dan teknologi (Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2006:2).
Salah satu materi kimia yang dipelajari dikelas X adalah Tata Nama Senyawa. Materi tata nama senyawa yang diajarkan kepada siswa pada dasarnya merupakan materi yang dipersiapkan untuk mengikuti pelajaran pada tahap berikutnya, sehingga keberhasilan pembelajarannya sangat ditekankan. Menurut Sri Juari Santosa, dkk (2008 : 81) konsep tata nama senyawa penting dalam mempelajari reaksi kimia dan persamaan reaksi.
Kenyataannya, masih banyak ditemukan hasil belajar siswa yang belum memuaskan dikarenakan sering tidak terjadinya interaksi antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa. Hal ini didukung dari hasil observasi tanggal 14 April 2015 dan 15 April 2015 dikelas X SMA Negeri 3 Singkawang. Secara lengkap hasil observasi terdapat pada tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1.1 Hasil Observasi Proses Belajar Mengajar Kelas X1 dan X2 SMAN 3 Singkawang
Observasi Kelas X1
( 14 April 2015 )
Observasi Kelas X2
( 15 April 2015)
1.    Guru mengucapkan salam
2.    Pada kegiatan awal pembelajaran guru langsung memberikan apersepsi
3.    Guru tidak menyebutkan tujuan pembelajaran
4.    Guru menjelaskan materi sampai selesai dengan menggunakan metode ceramah tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya selama ± 55 menit. Setelah 15 menit menjelang akhir kegiatan inti, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, tetapi tidak ada yang mau bertanya.
5.    Saat guru mengajar,  siswa yang duduk paling belakang tidak serius dan tidak mendengarkan penjelasan guru. Mereka sibuk berbicara dengan teman sebangkunya dan ada pula yang bermain handphone
6.    Guru memberikan latihan soal kepada siswa dari buku LKS secara individu
7.    Hanya beberapa siswa yang mengerjakan soal tersebut
8.    Hanya beberapa soal yang dibahas oleh guru karena jam pelajaran telah habis.
9.    Guru dan siswa tidak menyimpulkan pembelajaran
10.            Siswa menjawab salam dari guru
1.    Guru mengucapkan salam
2.    Pada kegiatan awal pembelajaran guru langsung memberikan apersepsi
3.    Guru tidak menyebutkan tujuan pembelajaran
4.    Guru menjelaskan materi sampai selesai dengan menggunakan metode ceramah tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya selama ± 55 menit. Setelah 15 menit menjelang akhir kegiatan inti, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, tetapi tidak ada yang mau bertanya.
5.    Saat guru mengajar, siswa yang duduk paling belakang tidak serius dan tidak mendengarkan penjelasan guru. Mereka sibuk berbicara dengan teman sebangkunya dan ada pula yang bermain handphone
6.    Guru memberikan latihan soal kepada siswa dari buku LKS secara individu
7.    Hanya beberapa siswa yang mengerjakan soal tersebut
8.    Hanya beberapa soal yang dibahas oleh guru karena jam pelajaran telah habis.
9.    Guru dan siswa tidak menyimpulkan pembelajaran
10.              Siswa menjawab salam dari guru

Berdasarkan observasi dari Tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran pada kelas X1 dan X2 adalah sama yaitu menggunakan metode ceramah. Saat kegiatan apersepsi, seharusnya guru dapat menggali kemampuan awal siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa dapat termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Saat pembelajaran berlangsung siswa terlihat masih belum serius dalam menerima pelajaran sehingga dapat dikatakan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran masih kurang.
Penggunaan metode ceramah yang dilakukan oleh guru mengakibatkan terjadinya komunikasi satu arah yang didominasi oleh guru sehingga akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Trianto (2010) yang mengatakan bahwa dominannya proses pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru mengakibatkan kurangnya motivasi belajar dan rendahnya hasil belajar siswa. 
Pembelajaran kimia yang dilakukan pada kelas X SMAN 3 Singkawang cenderung sama dengan hasil observasi yaitu menggunakan metode ceramah. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan siswa kelas X dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda pada tanggal 15 April 2015, diperoleh informasi bahwa guru lebih banyak menjelaskan materi pelajaran. Pertanyaan yang diajukan kepada siswa hanya sekali-sekali saja, sehingga siswa kurang terbiasa untuk bertanya kepada guru tentang materi yang dipelajari. Guru lebih mendominasi dalam proses pembelajaran. Akibatnya siswa kurang termotivasi dan kurang tertarik terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa yang didapat.
Penggunaan metode ceramah yang diungkapkan oleh siswa dalam wawancara sebelumnya juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan guru kimia pada tanggal 15 April 2015. Menurut guru, metode ceramah mudah dilakukan daripada metode yang lain sehingga dalam proses pembelajarannya metode ini hampir selalu digunakan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas maka di dalam pembelajaran kimia banyak sekali model pembelajaran yang dapat diaplikasikan. Menurut Aunurrahman (2009:143), penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong timbulnya rasa senang siswa terhadap pelajaran dan mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik. Syamansky (Agus N. Cahyo: 2013: 35) berpendapat bahwa menurut pandangan kontruktivis dalam proses pembelajaran adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik mengonstruksi sendiri pengetahuannya, mencari arti apa yang mereka pelajari, dan mengembangkan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah dimilikinya. Salah satu model pembelajaran yang berparadigma konstruktivis yaitu model pembelajaran learning cycle. Ergin et al (Tuna and Kacar: 2013: 74) mengemukakan bahwa “Learning cycle model is a constructivist model which provides learning a new concept or comprehension deeply a known concept”. Model siklus belajar adalah model konstruktivis yang menyediakan pembelajaran konsep baru atau pemahaman mendalam sebuah konsep yang dikenal. Kelebihan yang lain dari Learning Cycle adalah untuk meningkatkan sikap ilmiah terhadap penggunaan penyelidikan dan model ini sangat penting karena dapat menghasilkan instruksi ilmu yang efektif, sehingga berpengaruh besar peserta didik (Ates: 2005).
Khataiba and Nawaflah (2000) dalam penelitiannya menunjukkan keunggulan dari kelompok eksperimen yang belajar dengan menggunakan model siklus belajar. Namun, Learning Cycle 6E memiliki kelemahan salah satunya adalah menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merangsang dan melaksanakan proses pembelajaran. Untuk meningkakan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan mengatasi kelemahan tersebut salah satunya yaitu dengan menggunakan pendekatan problem posing. Xia et al, (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa problem posing dapat meningkatkan pengetahuan mengajar guru matematika dan keterampilan teknis dari problem posing secara efektif. Guru tidak hanya memberikan masalah matematika tetapi bagaimana "mengajarkan" siswa untuk memecahkan masalah dan juga "belajar" bagaimana mengajar siswa untuk mengajukan masalah.
Menurut Brown & Walter (Akay & Boz), problem posing membantu siswa untuk mendapatkan kontrol dari orang lain (misalnya guru) dan dalam pengajuan masalah ini mendorong siswa untuk menciptakan ide-ide baru dengan memberikan mereka pandangan yang lebih luas tentang apa yang bisa dilakukan dengan masalah yang diberikan. Proses ini juga dapat membantu guru dengan mengajukan masalah terbuka untuk membuka pemikiran siswa (Silver, 1994).
Berdasarkan paparan tersebut, maka penelitian dengan model pembelajaran Learning Cycle – Probleam Possing pada materi Tata Nama Senyawa siswa Kelas X SMAN 3 Singkawang.
C.    RUMUSAN MASALAH
Masalah dalam penelitian ini adalah :
1.      Bagaimana mengetahui rata-rata hasil belajar siswa pada materi Tata Nama Senyawa Kimia sebelum dan setelah menggunakan model Pembelajaran Learning Cycle – Probleam Possing?
2.      Bagaimana mengetahui rata-rata hasil belajar siswa pada materi  Tata Nama Senyawa Kimia sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran konvensional?
3.      Apakah terdapat perbedaan rata – rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Learning Cycle – Probleam Possing dan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi Tata Nama Senyawa Kimia SMAN 3 Singkawang?



»»  read more

Rabu, 03 Juli 2013

KURANGNYA KUALITAS GURU DALAM MENGAJAR BERDAMPAK PADA PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM PELAJARAN KIMIA




            Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, ciri-ciri, perubahan wujud, serta perubahan energi yang terjadi didalamnya. Berdasarkan pengertian ilmu kimia itu sendiri, ilmu kimia dikatakan sebagai “central sains” yang artinya sebagai pusat dari ilmu sains karena ilmu kimia memiliki peran penting dalam menghubungkan setiap ilmu pengetahuan alam. Contohnya pada dunia pendidikan, ilmu fisika, biologi, kedokteran dan sebagainya selalu berhubungan dengan ilmu kimia.
Ilmu kimia tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari mulai dari makanan yang kita makan, udara yang kita hirup, dan lainnya merupakan bentuk aplikasi ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari. Itu membuktikan bahwa ilmu kimia sangat dekat hubungannya dengan kita karena dalam interaksinya manusia selalu berhubungan dengan kimia, mulai dari bangun tidur sampai tertidur kembali kita selalu berhubungan dengan kimia. Untuk itu maka  tidak salah jika ilmu kimia bisa dikatakan ilmu kehidupan karena didalamnya terdapat banyak pembelajaran hidup.
            Terlepas dari pentingnya ilmu kimia, banyak orang yang masih beranggapan bahwa kimia hanya sebatas dari hafalan teori, kumpulan rumus rumit beserta reaksi-reaksi kimianya, dan kata-kata abstrak yang sering menjadi miskonsepsi bagi siswa SMA.
            Seperti yang kita ketahui bahwa pembelajaran kimia diberikan dari kelas 1 dan secara khusus dari kelas 2 sampai 3 SMA untuk program jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Setiap disiplin ilmu yang diberikan kepada siswa pasti memiliki kegunaannya untuk dipelajari, tetapi dalam penerapannya banyak siswa yang tidak mampu menyerap kegunaan ilmu kimia itu untuk dipelajari. Tidak hanya merupakan tuntutan seorang siswa untuk dapat mempelajari ilmu kimia, tapi memang dengan mempelajari kimia kita akan dapat memetik pesan moral dan petuah bijak yang terkandung dalam setiap pembelajaran kimia. Jika para siswa dapat secara kritis memahami setiap konsep kimia, tentunya akan mudah untuk mendorong motivasi para siswa tersebut untuk lebih meyukai kimia sehingga lebih mudah untuk memahaminya. Untuk itu perlu ditekankan bahwa upaya agar para siswa dapat memahami pelajaran kimia yang terpenting adalah motivasi dalam diri masing-masing siswa untuk mempelajari kimia. Hal ini penting karena bagaimana pun motivasi adalah sumber utama yang diperlukan para siswa agar pemahaman terhadap materi-materi kimia dapat ditangkap dengan baik. Misalnya mempelajari setiap unsur – unsur kimia yang ada dialam mengajarkan kita untuk dapat bersyukur, memelihara dan menjaga setiap apapun yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan masih banyak lagi pesan moral yang terkandung pada tiap-tiap materi kimia.
            Dalam penyampaiannya, ilmu kimia memang tidak dapat dilepaskan dari praktek percobaan di dalam laboratorium. Untuk itu perlu adanya keseimbangan dalam mempelajari teori dan prakteknya.
Peran guru adalah faktor penting untuk mewujudkan suksesnya pembelajaran kimia bagi siswa-siswa SMA. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak guru yang kurang kompeten terutama dalam penyampaian ilmu kimia itu sendiri. Banyak kasus yang ditemukan bahwa guru yang mengajar pelajaran kimia tidak mengerti cara menyampaiannya karena mereka bukan merupakan lulusan dari Program Studi kimia itu sendiri. Tentu hal ini menjadi suatu sorotan mengapa siswa-siswa SMA kurang dalam hal memahami pelajaran kimia. Bagaimana tidak, peran guru yang seharusnya menjadi eksekutor untuk menyukseskan pelajaran kimia malah tidak didukung dengan kualitas yang baik dari guru tersebut. Guru yang seperti ini biasanya cenderung hanya memberikan tugas dan terbatas menyampaikan materi sesuai dengan buku yang dipakai tanpa didukung dengan pengetahuan lain yang dimilikinya sehingga siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa pembelajaran ilmu kimia itu saling berkaitan mulai dari pelajaran dasar menuju ke pelajaran berikutnya. Dari sini saja kita dapat mengetahui bahwa jika para siswa tidak diterapkan pondasi yang kuat berupa pemberian materi dasar yang baik bagaimana bisa para siswa melanjutkan materi selanjutnya sedangkan pemahaman materi terdahulunya tidak baik.
Dalam segi penyampaian materi terkadang guru sulit untuk dapat merangkai kata demi kata untuk membuat para siswa mengerti. Banyak guru yang lebih mempertahankan metode lama berupa hafalan full teks tanpa mau menggantinya dengan sesuatu yang menyenangkan misalnya untuk menghafal urutan tata nama senyawa karbon, kita dapat berkreasi sendiri membuat sebuah kalimat yang mudah diingat. Sebagai contoh ”Meta pro bu Peni, Heksa hepi karena bersaing dengan Okta, nona yang dekil” dan masih banyak metode hafalan lainnya yang menyenangkan yang dapat diberikan kepada para siswa sehingga siswa dapat mudah mengerti. Hal ini selain mempermudah para siswa untuk memahami, ini juga sangat bermanfaat untuk para guru dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan didalam kelas.
             Seperti yang telah kita ulas tadi bahwa ilmu kimia tidak dapat di lepaskan dari praktek kerja di laboratorium karena perlu adanya penyeimbang antara teori dengan prakteknya. Praktek kerja laboratorium ini sangat penting untuk diterapkan karena berdasarkan asal mulanya, kimia itu sendiri diawali dengan eksperimen-eksperimen para ahli yang dikerjakan didalam laboratorium. Sedangkan pada kenyataannya, meski dianggap penting masih banyak sekolah–sekolah di Indonesia yang tidak dukung dengan fasilitas laboratorium yang baik dan walaupun ada itu hanya terdapat pada sekolah-sekolah tertentu saja. Bahkan biasanya walaupun didukung dengan fasilitas laboratorium yang memadai, guru cenderung lebih memprioritaskan teori dibanding dengan praktek kerja didalam laboratorium sehingga maksud dari pembelajaran kimia yang didapat hanya sebatas rumus-rumus sulit yang harus di pecahkan permasalahannya tanpa mempertimbangkan betapa pentingnya bagi siswa untuk dapat mengeksperimenkan materi-materi yang telah dipelajari. Bereksperiemen di dalam laboratorium sangatlah penting karena pelajaran kimia merupakan pelajaran yang dinamis yang sarat akan perubahan. Misalnya dalam perkembangannya, teori atom tidak hanya berhenti pada teori atom Dalton yang mengemukakan bahwa atom merupakan bagian terkecil dalam suatu materi tapi setelah itu banyak bermunculan teori-teori lain yang menyatakan bahwa atom bukanlah bagian terkecil dari dari suatu materi. Ada bagian terkecil dalam atom yang dinamakan “Partikel Tuhan”. Berdasarkan hal inilah, eksperimen dianggap penting untuk diberikan siswa SMA. Dalam hal ini maka diharapkan selain guru dalam menyampaikan materinya dengan baik guru juga harus dapat menyeimbangkan teori-teori yang didapat dengang melakukan eksperimen didalam laboratorium sehingga dapat mempermudah para siswa untuk memahami  pelajaran kimia dan anggapan bahwa kimia itu sulit untuk dipelajari akan perlahan luntur karena kimia merupakan pelajaran yang menyenagkan. Dari sinilah terlihat bahwa keefektifitasan pendidikan Indonesia sangat kurang dengan  minimnya kualitas para guru dalam mengajar untuk dapat menunjang terselenggaranya pendidikan itu tersebut. Untuk itu perlu adanya kesadaran pada setiap  mahasiswa khususnya program studi pendidikan kimia untuk dapat memanfaatkan waktu belajar selama masa perkuliahan sehingga ketika nanti terjun dalam dunia pendidikan sebagai guru tidak lagi mempersulit para siswa dalam memahami pelajaran kimia.





REFERENSI

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Siapa%20bilang%20kimia%20suli
»»  read more